Asal-usul 4 September Sebagai Hari Solidaritas Hijab Internasional

Ilustrasi wanita berhijab. Freepik.com

JAKARTA – Setiap tahun, pada tanggal 4 September, atau hari ini, dunia memperingati International Hijab Solidarity Day atau Hari Solidaritas Hijab Internasional. Perayaan ini menjadi pengingat bagi banyak orang di seluruh dunia tentang pentingnya menghormati pilihan seseorang untuk mengenakan simbol-simbol keagamaan, termasuk hijab.

Gagasan untuk memperingati hari ini muncul sebagai respons terhadap berbagai tindakan diskriminatif yang dialami oleh perempuan Muslim di beberapa negara, khususnya negara Barat yang melarang warganya mengenakan hijab.

Kilas Balik Awal Hari Solidaritas Hijab Internasional

Peringatan ini pertama kali dicanangkan sebagai bentuk penghormatan dan solidaritas terhadap Marwa El-Sherbini, seorang perempuan asal Mesir yang menjadi simbol perjuangan kebebasan beragama, terutama hak mengenakan hijab.

Akar sejarahnya berawal dari insiden yang menimpa Marwa El-Sherbini pada tahun 2009. Marwa, seorang apoteker dan pemain handball keturunan Mesir, tewas di ruang pengadilan di Dresden, Jerman, setelah ditikam oleh seorang pria keturunan Rusia bernama Axel W.

BACA JUGA:  7 Rekomendasi HP Murah untuk Nonton Drakor, Mulai 1 Jutaan

Serangan itu terjadi saat Marwa memberikan kesaksian dalam kasus penghinaan terhadap dirinya karena mengenakan hijab. Kematian Marwa menjadi simbol ketidakadilan dan memicu aksi protes serta solidaritas dari komunitas Muslim di seluruh dunia.

Federasi Organisasi Islam Eropa memperingati Hari Solidaritas Hijab Internasional pertama kali pada tahun 2009 untuk mengenang Marwa. Setahun kemudian, Lingkaran Islam Amerika Utara ikut merayakan hari tersebut, yang kemudian diakui secara internasional.

Larangan pemakaian hijab di berbagai negara Eropa menjadi pemicu utama terbentuknya IHSD. Pada awal 2000-an, sejumlah negara Barat mulai memberlakukan larangan terhadap simbol-simbol keagamaan di ruang publik. Di Inggris, misalnya, pemerintah melarang mahasiswi di London mengenakan simbol-simbol agama, termasuk hijab.

BACA JUGA:  Film Horor Malam Pencabut Nyawa Segera Tayang di Bioskop, Catat Tanggalnya

Prancis bahkan memberlakukan larangan yang lebih ketat, melarang anak perempuan mengenakan hijab di sekolah dan kampus. Situasi ini memicu protes dari berbagai kalangan, yang merasa bahwa larangan ini melanggar hak asasi manusia, terutama kebebasan beragama.

Di Turki dan Tunisia, wanita yang mengenakan hijab juga menghadapi diskriminasi yang serius. Di Turki, wanita berhijab kesulitan mendapatkan perawatan medis, sementara di Tunisia, mereka bisa dipenjara dan disiksa karena memilih untuk berhijab.

Sebagai tanggapan atas diskriminasi ini, sebuah konferensi besar diselenggarakan di London pada 4 September 2004. Konferensi ini dihadiri oleh tokoh-tokoh Islam terkemuka seperti Syeikh Yusuf Al-Qardawi dan Prof. Tariq Ramadan, serta lebih dari 300 delegasi dari 102 organisasi internasional dan 35 negara.

BACA JUGA:  Hati-hati, Kelompok Usia Muda Rawan Terserang Stroke

Konferensi ini menghasilkan dukungan kuat untuk para muslimah agar mereka dapat bebas mengenakan hijab di tempat umum. Pada konferensi inilah 4 September resmi ditetapkan sebagai Hari Solidaritas Hijab Internasional.

Di Indonesia, Hari Solidaritas Hijab Internasional diperingati dengan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk menunjukkan solidaritas terhadap muslimah di negara-negara lain yang masih menghadapi diskriminasi. Muslimah di Indonesia biasanya merayakan hari ini dengan aksi damai, yang juga digunakan sebagai momentum untuk mengajak lebih banyak perempuan Muslim mengenakan hijab. (TEMPO)