Ini Tiga Sektor Industri Utama di Batam yang Dapat Tekanan Berat dari Tarif Trump

BATAM – Tiga sektor industri manufaktur utama di Batam diprediksi akan mendapatkan tekanan berat dari penerapan Tarif Trump pada Jumat, 4 April 2025.

Ketiga sektor tersebut yakni sektor industri elektronik, industri otomotif dan industri yang tengah naik daun di Batam, industri solar panel.

Barang ekspor dari ketiga sektor industri ini masuk dalam daftar yang terkena Tarif Trump ke Indonesia sebesar 32%.

Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI) Batam Adhy Wibowo mengatakan, kebijakan tarif resiprokal tersebut membuat banyak investor yang sudah eksis memilih untuk wait and see.

“Ada perusahaan manufaktur besar di Batam yang berniat ekspansi tahun, tapi dengan munculnya kebijakan ini memilih wait and see dulu,” katanya di Batam.

Ia kemudian menjelaskan di Batam, empat kawasan industri (KI) terbesar, yakni KI Batamindo, KI Panbil, KI Tunas dan KI Kabil sangat mengandalkan tiga sektor industri yang terkena dampak dari Tarif Trump.

“Tunas dan Panbil saat era perang dagang awal, banyak mendapat limpahan investasi dari Tiongkok. Tapi sekarang pasti akan terdampak,” paparnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Batam, barang produksi industri manufaktur masih menjadi produk utama ekspor Batam, seperti mesin/peralatan listrik (HS 85) yang pada Januari mencatatkan total ekspor sebesar US$ 627,71 juta. Kontribusinya sebesar 36,87% dari total ekspor Batam.

Selanjutnya mesin-mesin/pesawat mekanik (HS 84) dengan nilai ekspor sebesar US$ 86,87 juta. Lalu ada benda-benda dari besi dan baja (73) dengan nilai ekspor US$ 147,74 juta. Menurut Adhy, peningkatan drastis dari tarif bea masuk barang impor yang dikenalkan Donald Trump ini akan meningkatkan biaya produksi secara besar-besaran.

BACA JUGA:  PLN Lakukan Penyesuaian Tarif Listrik di Batam, Berikut 10 Golongan yang Terdampak

Dengan begitu, maka perusahaan industri akan memilih langkah efisiensi untuk mengurangi biaya produksi. Salah satu cara yang bisa dilakukan yakni dengan mengurangi jumlah karyawan atau dengan kata lain melakukan PHK.

“Di Batamindo yang masih jadi KI terbesa di Batam, sudah ada 72 perusahaan eksis dengan jumlah karyawan mencapai 45-52 ribu pekerja,” tuturnya.

Sedangkan jika digabungkan dengan tiga KI besar lainnya, maka jumlah pekerja bisa mencapai sekitar 300 ribuan orang. Jumlah ini belum lagi ditambah dengan jumlah KI lainnya di Batam, yang berjumlah sekitar 20-an.

HKI Batam sendiri sudah mendorong Badan Pengusahaan (BP) Batam agar segera meminta United States Trade Representative (USTR) agar mengecualikan Batam dari pengenaan Tarif Trump. Batam sendiri berbeda dari wilayah lainnya di Indonesia.

Sebagai kawasan berstatus Free Trade Zone (FTZ), Batam tidak mengenakan tarif bea masuk pada barang impor dari luar negeri.

“Pemerintah harus merespon cepat kebijakan ini agar bisa melindungi iklim industri Indonesia yang merupakan negara ekspor,” paparnya.

Amerika sendiri masih menjadi negara tujuan utama ekspor Batam selain Singapura dan China. Pada Januari 2025, nilai ekspor Batam ke Amerika sebesar US$ 308,90 juta atau seperempat dari total ekspor Batam. Nilainya naik 13,59% dari periode yang sama di tahun 2024.

BACA JUGA:  Menang Lelang Hak Khusus Wilayah Jaringan Distribusi Gas Bumi di Batam, PGN Siap Perluas Jaringan dan Layanan

Adapun barang ekspor utama ke negeri paman sam yakni barang elektronik. Peningkatan ekspor ke Amerika ini mulai terjadi saat masa awal perang dagang Amerika dan China sebelum Covid-19.

Saat itu karena pengenaan tarif bea masuk yang tinggi, China merelokasi indutrinya ke Asia Tenggara, khususnya ke Vietnam, Thailand, Myanmar dan Indonesia.

Dengan relokasi tersebut, maka barang yang akan diekspor akan tercatat berasal dari Indonesia, yang tidak dikenakan tarif bea masuk oleh Amerika saat itu.

“Kalau tidak diantisipasi, maka volume ekspor Batam dikhawatirkan menurun, sehingga perekonomian Batam bisa terkontraksi. seperti yang diketahui, sekitar 50% pertumbuhan ekonomi Batam disumbang oleh industri pengolahan,” tuturnya.

kekhawatiran investor berpindah ke negara tetangga seperti Malaysia. Selain itu karena tingginya Tarif Trump di Indonesia, maka ada kekhawatiran investor di Batam akan memindahkan pabriknya ke Malaysia, yang nilai logistiknya murah, dan nilai Tarif Trump yang lebih rendah yakni 24%.

Adhy berharap Indonesia bisa membuat kesepakatan baru dengan Amerika, yang menguntungkan kedua belah pihak.

“Ada harapan juga tarif bea masuk ini bisa kembali seperti semula,” ungkapnya.

Selanjutnya Indonesia harus bisa mengembangkan industri rantai pasok atau suply chain agar bisa meningkatkan kemandirian dan tidak ketergantungan dengan negara lain.

“Birokrasi dan perizinan yang masih terkendala juga perlu diperbaiki untuk mendukung kelancara investasi. Daya saing Batam saat ini digempur dari dalam dan luar, sehingga butuh solusi cepat,” ungkapnya.

BACA JUGA:  Pulau Tanjung Sauh di Batam Diresmikan Jadi KEK, Berikut Profil Singkatnya

Terpisah, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kepri Achmad Ma’ruf Maulana mengatakan Tarif Trump merupakan ancaman serius bagi pengembangan industri solar panel di Batam.

“Ini ancaman serius buat 26 perusahaan yang produksi manufaktur solar panel di Batam,” katanya di Batam.

Khusus untuk solar panel, Indonesia dikenakan Tarif Trump sebesar 32%. Namun hal tersebut tak berlaku buat Malaysia, yang hanya dikenakan tarif sebesar 6,43%.

Ma’ruf khawatir dengan perbedaan yang sangat besar ini, investor pasti akan memilih Malaysia sebagai lokasi investasinya, apalagi yang orientasi ekspornya ke Amerika Serikat.

“Kalau tidak ada solusi, maka bisa terjadi PHK besar-besaran. Satu perusahaan solar panel itu bisa mempekerjakan 300-500 pekerja,” ucapnya.

Sedangkan di Batam, ada sebanyak 26 perusahaan solar panel, sehingga jumlah pekerjanya bisa menembus 10.000 orang.

“Banyak orang terancam jadi pengangguran. Kami berharap pemerintah lakukan lobi ke Amerika mengingat Batam tidak mengenakan biaya masuk dari negara manapun termasuk Amerika,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala BP Batam, Amsakar Achmad belum bisa berkomentar banyak terkait polemik Tarif Trump.

“Saya akan segera mempertemukan para pelaku usaha di daerah, seperti Kadin, Apindo, REI, shipyard, HKI dan lainnya. Kita akan persiapkan pertemuan dari pelaku usaha untuk mencari jalan keluar terbaik,” pungkasnya. (Rifki Setiawan Lubis/Bisnis)